Kunjungan Grand Syekh Al Azhar dan Majelis Hukama Al Muslimin ke Indonesia

  • | Monday, 22 February, 2016
Kunjungan Grand Syekh Al Azhar dan Majelis Hukama Al Muslimin ke Indonesia

Indonesia akan menerima kunjungan Grand Syekh Al-Azhar Prof. Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb  beserta  Majelis Hukama Al Muslimin, sebuah organisasi internasional independen, yang saat ini diketuai olehnya. Rombongan ini dijadwalkan akan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma hari ini, Minggu (21/02) dan akan disambut oleh  Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Pelaksana Tugas Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran (LPMA) yang juga Sekjen Ikatan Alumni Al Azhar Indonesia (IAAI), Muchlis M Hanafi mengatakan, kunjungan ini sangat penting dalam rangka mempererat hubungan antara kedua negara, terutama di bidang pendidikan, kebudayaan, dan dakwah keagamaan. “Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia,” terang Muchlis, Minggu (21/02).

Kunjungan Grand Syekh Al Azhar ini juga penting dalam mempererat hubungan antara masyarakat muslim Indonesia dengan Al-Azhar. Menurut Muchlis, dalam konstitusi Mesir, Al-Azhar merupakan lembaga keislaman yang bersifat independen dan memiliki kewenangan melaksanakan seluruh kegiatan keislaman. Al-Azhar merupakan rujukan utama dalam ilmu keagamaan dan urusan keislaman yang bertanggung jawab melaksanakan dakwah serta menyebarkan ilmu keagamaan dan Bahasa Arab di Mesir dan dunia internasional.

“Syekh Al-Azhar bersifat independen, tidak bisa dijatuhkan dan pemilihannya dilakukan oleh Dewan Ulama Besar yang diatur undang-undang,” jelasnya.

Muchlis mencatat bahwa sejak abad ke-19 (1850-an), sudah ada mahasiswa Indonesia  yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang didirikan oleh Dinasti Fatimiyah pada 969 M ini. “Saat ini, sekitar 4000 an mahasiswa Indonesia sedang belajar di sana dengan beasiswa Al-Azhar,” tuturnya.

Signifikansi lainnya dari kunjungan ini, kata Muchlis, adalah karena Al-Azhar merupakan pilar penting dalam menyebarkan pemahaman Islam moderat. Peran Al-Azhar bagi penyebaran Islam yang moderat di Indonesia perlu didorong dan diperkuat.

Kunjungan Syekh Ahmad Ath-Thayyeb selaku Grand Syekh Al-Azhar kali ini adalah yang pertama ke Asia Tenggara. Dari Indonesia, Grand Syekh akan menyampaikan pesan-pesan dan seruan  perdamaian dan kemanusiaan  untuk dunia.

Agenda Kunjungan

Grand Syekh Al-Azhar bersama Majelis Hukama Al Muslimin dijadwalkan akan berada di Indonesia selama 6 hari guna menghadiri serangkaian acara. Hari kedua di Indonesia, Senin (22/02), Grand Syekh beserta rombongan dijadwalkan bertemu sejumlah pihak, antara lain: Presiden Joko Widodo di Istana Negara dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Grand Syekh juga akan mengadakan pertemuan dengan Mejalis Hukama Al Muslimin di Hotel Grand Hyatt pada Senin siang.

Pada hari ketiga, Grand Syekh akan memberikan kuliah umum dan pertemuan dengan para alumni Al Azhar di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Grand Syekh Al Azhar akan menyampaikan pidato perdamaian dan kemanusiaan untuk dunia,” terang Muchlis.

Dari UIN, Grand Syekh Al Azhar akan meninjau Pusat Studi Al-Quran pimpinan Prof. Dr. Quraish Shihab yang juga menjadi perwakilan Indonesia di Majelis Hukama Al-Muslimin. Setelah itu,  ke Masjid  Al-Azhar. “Malam harinya, Grand Syekh akan mengadakan pertemuan dengan Wakil Presiden di Istana Wapres,” tutur Muchlis.

Grand Syekh Al-Azhar juga dijadwalkan akan menerima penganugerahan gelar doktor kehormatan dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Penganugerahan ini akan diberikan dalam sidang senat terbuka pada Rabu (24/02) yang dijadwalkan akan dihadiri juga oleh Menag Lukman di Aula UIN Malang.

Kamis (25/02), Grand Syekh dijadwalkan menuju Ponorogo untuk mengadakan pertemuan dengan keluarga besar pondok modern Darussalam Gontor, sekaligus pembukaan perayaan 90 tahun pondok tersebut. Selain memberikan sambutan, Syekh Ahmad Ath-Thayeb juga akan meresmikan gedung Pascasarjana Universitas Darussalam Gontor. “Grand Syekh beserta rombongan dijadwalkan akan kembali ke Mesir pada Jumat pagi,” terang Muchlis.

Mengenal Syekh Ahmad Ath-Thayyeb

Prof. Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb al-Asy’ari, al-Maliki, al-Khalwati. Al-Asy’ari adalah mazhab akidahnya, Maliki mazhab fikihnya, dan Khalwati tarekat Sufi tempatnya bernaung.  Beliau lahir di Qena, Mesir, pada tahun 1946. Silsilah nasabnya sampai kepada Hasan bin Ali bin Abu Thalib.

Jabatan yang diemban saat ini adalah al-Imam al-Akbar (Imam Terbesar) Syekh Al-Azhar (dalam bahasa selain Arab biasa disebut Grand Syaikh); pimpinan tertinggi institusi Al-Azhar, Mesir sejak 2010, menggantikan  Almarhum Prof. Dr. Muhammad Sayyid Thanthawi. Jabatan ini penetapannya berdasarkan keputusan presiden, dengan masa jabatan seumur hidup. Menurut aturan protokol, jabatan ini setara  perdana menteri. Sejak 2014, beliau juga dipercaya memimpin Majelis Hukama’ al-Muslimin, sebuah organisasi internasional independen yang menghimpun para tokoh ulama lintas negara, berhaluan moderat, dan bertujuan mengukuhkan perdamaian di dunia Islam.

Sebelum menjadi Grand Syekh al-Azhar, Ahmad ath-Thayyeb menjabat sebagai: Rektor Universitas Al Azhar (2003 – 2010),  Mufti Negara (2002 – 2003), Anggota Lembaga Riset al-Azhar, Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah,  dan  Anggota Dewan Tertinggi Tarekat Sufi.  Beliau juag tercatat sebagai dekan Fakultas Studi Islam di Aswan dan Fakultas Teologi Universitas Islam Internasional di Pakistan, serta  mengajar di universitas-universitas di Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab .

Syekh ath-Thayyeb   dikenal sebagai ulama moderat dan selalu menyerukan ukhuwah (persatuan), dan tegas mengkritik Zionis. Di antara sikap dan pandangan keagamaannya adalah  membela Khazanah Pemikiran Turats (Kitab Kuning). Syekh Ath-Thayyeb selalu menekankan misinya untuk melestarikan dan menyebarkan buku-buku turats (klasik).

Syekh ath-Thayyeb  juga dikenal mendukung Mazhab Asy’ari. Sebagai pribadi dan orang Azhar, Syekh ath-Thayyeb selalu menganjurkan Mazhab Asy’ari dalam akidah, karena menurutnya, paling pas dalam memadukan antara akal dan wahyu. Selain itu, Mazhab Asya’ri juga paling hati-hati dalam mengkafirkan orang lain. Menurutnya, maraknya fenomena pengafiran yang terjadi di kalangan tertentu umat Islam, selain karena penindasan penguasa, juga dihidupkannya kembali pemikiran-pemikiran khawarij yang sebenarnya sudah hilang ditelan sejarah.

Print
Categories: Nachrichten, Artikel
Tags:
Rate this article:
No rating

Please login or register to post comments.